You Are Reading

0

Legenda Sepak bola Surabaya dan Indonesia

RiE Tuesday, August 3, 2010





Rusdy Bahalwan lahir di Surabaya, 7 Juni 1947, dari pasangan Ali Bahalwan dan Rugaiyah Baadillah. Rusdy menamatkan sekolah di SMAN 6, tahun 1966. Kemudian ia diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair), 1967. Saat kuliah di Unair, waktu Rusdy banyak dihabiskan untuk sepakbola. Ia sampai bolak-balik Surabaya-Jakarta untuk mengikuti training camp (TC) tim nasional. Pada akhirnya Rusdy memilih keluar dari Unair dan menekuni kariernya di sepakbola.

Rusdy menikahi gadis Medan bernama Ramadhani. Perkenalannya dengan Ramadhani juga tak bisa dilepaskan dari sepakbola. Keduanya saling mengenal ketika Rusdy membela Persebaya dalam turnamen Piala Marah Halim yang berlangsung di Medan pada 1976. Dari perkawinannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak, Irfan Bahalwan, Khaira Imandina Bahalwan, dan Ikhwannurdin Bahalwan. Ketiga anaknya itu kini telah beranjak dewasa. Irfan dan Khaira kini menempuh studi di ITS dan Unesa. Sedang Ikhwannurdin menjadi siswa SMAN 16 Surabaya.

Pendidikan agama yang diajarkan orangtuanya telah membawa Rusdy menjadi pelatih sekaligus ustad. Meski bergelut di bidang olahraga, Rusdy selalu memberikan suntikan rohani bagi para pemain binaannya.

"Sengaja saya selipkan pesan-pesan moral agar persepakbolaan kita makin maju, serta jauh dari erosi yang merusak," ucap mantan aktivis Indonesian Moslem Student Association (IMSA) Jatim ini.

Pola pembinaan bernapas agama itu diwujudkan Rusdy dalam tindakan nyata. Salah satunya, bila subuh menjelang, Rusdy tak segan mengetuk pintu kamar-kamar pemainnya yang beragama Islam untuk melaksanakan shalat berjamaah. Dari situ kemudian dilanjutkan dengan kultum (kuliah tujuh menit). Kebersamaan ini akhirnya membawa Rusdy sebagai sosok yang bersahaja di mata pemainnya.

Hal ini pun diakui Mustaqim, mantan pemain tim nasional yang sempat jadi asisten Rusdy. Mustaqim selalu meniru dengan mempraktikkan kegiatan shalat subuh berjamaah itu sampai ia menjadi pelatih.

Rusdy selalu berkata lantang, "Seorang pemain yang sengaja melepas bola agar timnya kalah, itu berarti telah berbuat dosa. Pelatih yang sengaja menginstruksikan pemainnya mencederai pemain bintang lawan, juga telah berbuat dosa. Begitu juga manajer yang mengatur skor akhir pertandingan, serta wasit yang karena sesuatu hal lantas memihak pada salah satu tim, termasuk perbuatan dosa. Karena itu, semua yang telah saya sebutkan di atas harus kita tinggalkan mana kala sepakbola kita mau maju, dan tidak terancam bubar," tutur dia.

Soal ketidakberesan dalam sepakbola ini, Rusdy tergolong paling getol bersikap. Pernah suatu ketika, ada seorang pemain binaannya yang kecanduan obat-obatan terlarang. Pemain ini sangat terkenal. Dia juga menjadi langganan tim nasional. Rusdy tahu itu semua. Beberapa kali ia peringatkan, namun kelakuannya tak berubah. Akhirnya, dia pun segera mengambil keputusan memecat pemain itu, meski publik akhirnya mencerca dia lantaran sang pemain dianggap pemain hebat.

"Bagi saya moral itu penting. Dan lagi, saya memecat pemain itu karena ingin menyelamatkan dia. Kalau sampai dia tak dipecat karena ketahuan menyimpang, kariernya akan habis," ucap Rusdy kukuh yang merahasiakan nama pemain itu.

Di mata Rusdy, kunci sukses membina pemain harus menerapkan tiga hal, yakni menjauhi tangan-tangan kotor, mentalnya baik, dan istiqamah.

Selain itu, dalam bertanding Rusdy selalu menanamkan prinsip tak mudah menyerah. Biar waktu sedetik pun tersisa, peluang itu masih terbuka.

"Kalau kita ingin maju, berusahalah semaksimal mungkin mengikuti instruksi pelatih. Jangan pernah berpikir untuk kalah dalam pertandingan, walaupun lawan yang dihadapi mempunyai kemampuan lebih baik," saran dia.

Tak berlebihan kiranya, Rusdy telah meletakkan dasar bermain bola yang brilian. Kalau saya boleh menyebut, Rusdy mencoba memboyong sepakbola profetik, yang mencitrakan moral kenabian. Ini dianggapnya juga berdakwah dengan lebih mengedepankan etos dan kepedulian terhadap kemanusiaan. Bukan semata-mata mementingkan materialisme dan keglamoran dunia selebritis sepakbola.

Sepakbola profetik yang diusung Rusdy adalah yang mencerminkan wajah humanis yang diwujudkan lewat pembaruan sosial dan budaya yang santun dan menjadi setiap tingkah laku sebagai ibadah.

Dalam percaturan dunia kepelatihan, nama Rusdy Bahalwan tidak bisa dipisahkan dengan tim nasional, saat menukangi PSSI tahun 1998, di event Piala Tiger dan PSSI Piala Asia. Bahkan, Rusdy adalah pelatih terakhir asli Surabaya yang mampu mempersembahkan gelar juara di kancah Liga Indonesia. Saat Legenda Copa Dji Sam Soe Indonesia 2006 berlangsung di Sidoarjo, Rudi William Keltjes memelopori para pemain yang terpilih, seperti Ferrel Hattu, Jaya Hartono, Eddy Harto, Maman Suryaman dan Mustaqim untuk datang ke rumah Rusdy yang baru saja terkena stroke.

Dan, tahun 2009 lalu, pengusaha mantan manajer Persijatim, sekaligus produser musik Ronny Tanuwijaya, pernah melakukan penggalangan dana bagi mantan pelatih Persebaya Surabaya dan tim nasional Indonesia Rusdy Bahalwan yang menderita penyakit degenerative sejak lima tahun terakhir.

~ Oleh Erwiyantoro, dikutip dari Buku Program "Charity Match Garuda Merah vs. Garuda Putih"


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright 2010 Bonek Clothing